Rabu, 07 Mei 2008

Mengapa begini? Mengapa begitu?

Dasar-dasar penyusunan S.O.P. di Balimuda

Setelah memahami philosopy sebuah SOP, maka bagaimana memahami SOP secara harfiah, menuliskannya, dan mendokumentasikan SOP tersebut, dan mungkin kita akan memiliki kesempatan untuk mengujinya, membuat Balimuda dalam sertifikasi ISO.

Untuk memahaminya diperlukan pengertian dan pengenalan bisnis BMP sebenarnya, bukan sekedar penjelasan di SIUP perusahaan, bukan yang tercantum di TDP perusahaan, karena itu cuma untuk memenuhi persyaratan birokrasi saja.

Dengan base-nya di alat berat, maka core business Balimuda bisa sangat luas, dan dalam waktu yang relatif singkat yaitu 1 sampai 2 tahun, dalam waktu tersebut bidang pekerjaan bisa berubah-ubah, dari:
- Land Clearing, kemudian berpindah menjadi:
- Harvesting, kemudian berpindah menjadi:
- Renting, dan sangat mungkin berpindah lagi mengingat luasnya bidang yang bisa di-explore oleh alat berat (constructing, etc.).

Polanya business shift, (bukan business group/ division) sehingga manpower dan SDM harus merubah pola kerja pada saat perusahaan di-shift on;
- Dari sebagai pekerja Land Clearing, menjadi:
- Pekerja Harvesting, kemudian menjadi:
- Pekerja Renting, (atau mungkin nantinya: constructing)
Dengan demikian, model sifat pekerjaan jadi berubah, termasuk pola Head Office dalam men-support kegiatan Operation di lapangan.

Jika perusahaan memang memiliki 3 divisi di atas, dan memang juga masih menjalankan 3 jenis pekerjaan tersebut (still going-on), maka perusahaan bisa memiliki 3 jenis SOP, yang akan dihafalkan bersamaan oleh seluruh karyawan yang ada, dan dijalankan bersamaan, sehingga 3 jenis pekerjaan tersebut dipandang sebagai diversifikasi usaha.

Pada pola business shift, Balimuda harus menggunakan koleksi SOP shift-1, dan setahun kemudian menggunakan SOP shift-2, dan setahun kemudian lagi menggunakan SOP shift-3. Jadi SOP yang berbeda akan digunakan berganti-ganti untuk masing-masing bisnis yang akan dijalankan. Pada saat booming, dimana saat BMP memiliki banyak proyek, maka dimungkinkan semua SOP itu berjalan bersamaan pada satu waktu, sehingga sifat SOP sebenarnya berbentuk satuan parsial-kolektif, dan digunakan sesuai proyek-proyek mana yang dijalankan.

Bagaimana hubungan antar SOP per departemen? Baik SOP di Operation, SOP di Finance, dan juga SOP di Accounting, SOP HRD-GA-Procurement-Logistic, semuanya berhubungan lewat sebuah pintu “kebutuhan” pada masing-masing departemen, dalam arti:
1. Operation membutuhkan uang untuk mendanai operasi sehingga perlu diatur prosedurnya.
2. Finance mendistribusikan uang dengan jaminan uang itu benar-benar dibutuhkan secara layak, tidak ada penyimpangan dalam penggunaannya, sehingga perlu diatur pertanggungjawabannya.
3. Sedangkan Accounting mensyaratkan sebuah laporan/ LPJ yang matching dengan bukti hitam di atas putih, valid, di-otorisasi oleh pihak yang berwenang, dan independen yaitu diterbitkan oleh pihak ketiga, bukannya bukti internal yang dibuat sendiri oleh orang dalam BMP, sehingga perlu diatur legalitasnya.

Dasarnya adalah, bahwa untuk semua fungsi departemental, satu fungsi menjalankan satu kegiatan, mengumpulkan buktinya, dan membuat laporan untuk diteruskan ke fungsi departemen berikutnya, seperti ban berjalan (conveyor), satu sel selesaikan pekerjaannya, dan tidak boleh minta bantuan/ membebankan sel yang lain untuk ikut menyelesaikan pekerjaannya, kecuali orang itu berada dalam satu sel dengannya.

Dalam contoh di atas Finance memandang Operation sebagai tangan dan kaki perusahaan yang harus didanai untuk menjalankan usahanya. Finance tidak bisa menyusun SOP pembayaran sebelum Operation menyusun SOP kebutuhan (kemudian diikuti oleh kebutuhan logistik dan supplier), dan pada bagian mana SOP Operation-Logistic-Procurement menyentuh Finance maka disitulah titik dimana Operation (baca: Procurement) membutuhkan uang, dan dari situ juga awal berangkatnya penyusunan SOP Finance bagi realisasi pembayarannya.

SOP yang dibuat sepihak tanpa ada SOP bawahannya, akan miskin feed-back, akhirnya mengambil ide yang general, cenderung ke standar umum, sehingga dipandang rumit dan tidak fleksibel. Dilihat dari sudut pandang lain akan seperti membuat peraturan perusahaan yang otoriter: Finance akan menganggap Accounting selalu curiga atas transaksi-transaksi keuangan (tetapi masalahnya adalah Accounting harus patuh terhadap Akuntan Publik karena berangkat dari disiplin ilmu yang sama dengan standar internasional dan diperkuat dengan hukum dan peraturan di Indonesia). Sedangkan pada pelaksana akan menganggap Finance menghambat pekerjaan operasional lewat beban-beban administratif.

Dalam pelaksanaannya, satu pejabat tidak menguasai atau menjalankan 2 atau lebih SOP, dalam arti tidak ada 2 jabatan fungsional yang berbeda yang dirangkap oleh satu pejabat, mengakibatkan didahulukannya kepentingan subyektif, sehingga tujuan saling mengawasi dalam SOP tidak tercapai. Walaupun kinerja perusahaan adalah kerja tim (team-works), tetapi tanggung jawabnya tidak sama-sama. Siapa yang salah, dia yang bertanggung jawab.

Tidak ada komentar: